Jumat, 14 Agustus 2009

back to home

beberapa hari yang lalu, tanpa agenda pun rencana bahkan tak di harapkan(???), akhirnya, ane balik kampung, pulang. Tiba-tiba rindu mencuat memukul habis kantuk yang menggelayut di mata.
pagi, 07:30, sepulang dari tempat ngais rezki, ane dah siap menghambur di kasur, melepas letih, tiba-tiba drrrrrrrt-drrrrrt, henpon butut di meja bergetar hebat (hehe)
"nggih, mak?"
"bapakmu."
"pripun?"
"getih-e mili wae..." (darahnya masih mengalir saja...)
"dipun beto teng rumah sakit malih mawon..." (dibawa kerumah sakit lagi saja)
"iki wis karo pak-likmu, di gowo rono" (ini sudah sama pamanmu, dibawa ke sana)
"make mboten nopo-nopo?" (mak nggak pa-pa?)
"yo ra po-po, lha koe ra muleh?" (nggak pa-pa, kamu nggak pulang?)

sore kemarinnya ane dikabari bapak kecelakaan, mak bilang nggak pa-pa, sudah di bawa ke RS, pun sudah di pulangkan lagi, tulang di atas ibu jari kaki Bapak meleset, lari dari tempat semestinya. tapi dari bekas jahitan itu semalam tak berhenti berdarah. pagi, bapak dibawa ke RS lagi.
ane bergegas, ke terminal, menyebut nama sebuah kota "S", ane di bawa ke sebuah bus, nggak liat-liat, ane naek aja, rindu, sungguh, ngantuk, di bangku itu ane langsung ketiduran, hingga ketika ongkos di minta, ane harus di bangunin dari tidur yang sangat nyenyak itu, ane kasih dua lembaran rupiah, ane di kasih balikan.
"sampai di "B" ya bang..." katanya
astaghfirullah, ane salah di naikin bus, kadung, ini udah kejauhan buat turun, ane itung-itung ane bakal sehari lebih lama di perjalanan dengan rute ini...
Ya sudah lah, jadilah perjalanan ini panjang dan....
menyenangkan. begitu mestinya.
sampai di "B" ane langsung nyari jurusan "S" hampir saja lewat, mujur(syukur ding), ane masih dapat bus terakhir, begitu kata petugas di loket. nginep semalam di"S",
pagi, ane sudah di bus menuju kampung halaman, dalam bus mak nelfon lagi,
"piye, iso muleh?" (gimana, bisa pulang?)
"insyaAllah mak,"
"kapan?"
"mangke menawi sampun angsal ijin kulo kabari" (nanti kalo udah dapat ijin saya kabari)

kurang lebih empat jam kemudian ane sudah bertemu mereka. pelukan pertama berhasil direbut nenek, diciuminya pipi ane seperti bayi. Maaf ya, nggak usah boong, ane rindu betul dengan ciuman simbok(sebutan ane buat nenek, meski sebenarnya sebutan ini adalah sebutan seorang anak sama ibunya yaitu sebutan emak pada nenek). dan dipeluk emak, ini betul yang ane rindui bertahun-tahun. biar jenggotan udah, diliatin adek &sepupu, biarin.

tibalah saat sakral itu, ane nemuin bapak yang terbaring di atas tempat tidur, ane raih jemari kokoh itu dan menahannya lekat-lekat di kening ane, lihatlah sepasang matanya yang tak lagi sebening mata balita, tajam menusuk kantung-kantung air mata yang sejak tadi kutahan.

sungguh, ane begitu rindu telapak tangan halus belaian emak, tapi tak pernah hilang hangat pelukan bapak saat hujan, ketika jemari mungilku (dulu) begitu nakal bermain di wajahnya. meski tak sependiam pak Seman (bapak si ikal andrea di belitong sana) tak banyak kata kudengar dari bicaranya. justru itu pesonanya, kadang ane yang justru cari perhatian dengan cara yang salah; menjadi bandel.

malam, listrik padam, tercipta betul suasana tempoe doeloe. oncor(obor) bambu tertancap di halaman depan rumah, dua lampu minyak berpendar cahayanya di sudut bilik bapak. beberapa tetangga datang, menanyakan kondisi bapak, menanyakan kabar ane yang lama tak terlihat.
ceritera panjang lebar, ane duduk di dekat emak, sementara bungsu yang dulunya kami rebutan emak, rebutan bapak, rebutan apa saja, musuh besar biang tangis, kini duduknya nggelayutin mas-nya. kami dengarlah cerita tetangga tentang bapak, kecelakaan itu. katanya bapak juga yang ceroboh, sore itu sepulang kerja, bapak berniat terus ke hutan mencari rumput buat ternak tetangga yang di peliharanya. di persimpangan,  tanpa sebelumnya kirim sms pun e-mail, bapak berhenti buat berbelok,  sebuah kendaraan melaju kencang dari belakangnya,  tanpa permisi, sepeda motor+pengendara-nya itu bertemu dengan bapak dan sepeda motor bututnya dengan cara yang tidak sopan di tengah jalan.
prakkk!!!! begitu kira-kira.

pagi, bapak ingin mandi, jadilah ane baby sitter buat bapak, menggendongnya ke kamar mandi, menyiapkan stand buat kakinya yang tidak boleh basah, menyiapkan keperluannya mandi, terakhir menggendongnya kembali ke tempat tidur, satu hal ane sadari, ringan sekali ane mengangkat tubuh bapak yang berotot (lantaran pekerjaannya yang banyak bertemu bebatuan). satu tangannya menggantung di leher ane, terasa betul ane menjadi sedikit lebih berarti, bukan lagi bocah bengal yang sering bikin emak nangis. sejurus ane sembunyi, menangis, sendiri.
"ane sayang sama bapak...."

Karena rumput tetangga lebih hijau. (5)

Saya pun bercerita pada istri, kesenangan sesaat saya, ke-nelangsa-an saya, dan itsar! *gedubrak.. Istri hanya tersenyum karena kekonyolan i...