Sabtu, 27 November 2010

Satya W. Pendiam yang mempesona.



Sahabat MP, tentunya pernah merasakan rindu. Saya, setiap kita pasti pernah merasakan rindu. Atau barangkali sahabat MP tengah dilanda rindu saat ini, menggelora, membahana… ah, rindu.

Jika sahabat MP sedang merasakan rindu, maka itu pula yang tengah saya rasakan ketika ini….

Ah, rindu. Siapa yang mampu melawan kuasa rindu? Saya kira kita boleh sepakat, Rindu memiliki kekuatan yang cukup besar, kadang menjadi sangat besar…

Salah saya sendiri, telah lama sekali sepertinya, saya tak menemuinya, pendiam yang mempesona. Entah bagaimana diamnya menggoda saya, merayu untuk berlama-lama bersama. Meski saya tak boleh berisik. Tapi tak hanya saya, andapun akan terdiam, atau jika terpaksa bicara, anda hanya mampu berbisik. Diamnya membius sesiapa untuk terdiam. Begitulah.

Sebuah gedung tua, tempat saya biasa menemuinya, dekat lapangan bola basket, di depan toko “indah bersama”, tepat di sebelah mess putri.

Terakhir bertemu, kami banyak bercerita, tentang romantisme rumah tangga Rasulullah. Tentu saja dia yang lebih banyak bercerita. Saya memang terkadang banyak Tanya, dia biasanya sabar sekali menjelaskan.

Tapi malam itu, sepulang kerja, gedung tua itu sudah rubuh, saya tentu tak bisa lagi menemuinya, entah untuk berapa lama…

Saya pasti akan rindu. Dan entah mengapa, rindu itu tiba-tiba saja muncul, ketika saya menyadari tak mungkin menemuinya waktu ini. Padahal kemarin-kemarin lama sekali saya tak menemuinya...

Apa dia akan marah? Tentu saja tidak…

Kini saya memang merinduinya.

Satya W., pendiam yang mempesona. ^_^ saya teringat pertama kali saya menemuinya, hanya duduk menikmati diamnya, membaca berita di Koran.

Hingga suatu ketika, saya tertarik sekali dengan sebuah novel: The Davinci Code. Saya belum membacanya, saya hanya memegangnya, melihat-lihat sinopsisnya, hingga seorang petugas berkata: “ baca saja, bagus”

Benarlah ternyata, novel itu lumayan, pendiam yang mempesona itu kemudian memaksa saya untuk juga membaca Deception Point, Devil & Demon, The Lost Symbol. Meminta saya untuk juga membaca Holly Blood Holly Grail, The Knight Of Templar, ah, dalam diam, Satya W. menjelaskan pada saya betapa dunia ini di penuhi konspirasi. Segelintir manusia yang menguasai banyak bangsa, bahkan tanpa mereka sadari. Terkadang telinga saya hangat berdenyut, lalu di mana saya bisa terlepas dari konspirasi ini?

Satya W. pendiam yang mempesona telah menjelaskan pada saya, betapa di sana, di sini, di mana saja, Harapan itu masih ada. Tiap ruas detik, tiap jengkal bumi. Dingin yang menyiksa, terik yang membakar, tak peduli. Kekuatan rindu mengajak Bilal RA. Untuk tetap berbisik: “ahad… ahad…” meski terik berhimpit batu di dadanya. Hingga Abu baker RA. Dengan izin Allah membebaskannya dari siksa yang tak terbayangkan oleh saya.

Rindu yang akan memberi kekuatan bahkan jika harus menggigit akar pepohonan sampai kematian dating dan tetap dalam hal itu.

Rindu yang akan membei kekutan bahkan jika mesti merangkak di atas salju, untuk berbai’at.

Rindu yang dengannya Allah mengampuni dosa bahkan seorang yang pernah mengubur anaknya hidup-hidup, sebelum dating kebenaran. Rindu yang mengubah seorang penentang menjadi pembela. Rindu yang dengannya Allah mengampuni dosa bahkan seorang pemakan jantung, Hindun binti utbah. Rindu yang ketika ia telah membasahi hati, sekeras apapun ia bicara, Allah mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi… maka tersungkurlah al-Faruq… menemukan rindunya.

Tapi rindu, terkadang mampu membutakan mata, membutakan akal, bahkan ia punya kuasa membutakan hati. Menyerah pada satu rindu, membatasi dari rindu yang sebenarnya.

Maka sesiapa yang mampu bertahan dalam satu rindu, sungguh itu akan menjadi penawar rindu berikutnya, rindu yang lebih kuat, rindu yang nyata, rindu yang sebenarnya.

So, rindu memang bermacam rupa, dari yang ringan sampai rindu berat, dari yang bermanfaat hingga yang merugikan. Rindu yang manusiawi, hingga rindu yang tak masuk akal.

Tapi rindu tetaplah rindu, dan Rindu hanyalah Rindu, hingga ia menyebabkan seseorang melakukan atau tak melakukan sesuatu.

Maka jika rindu, panggil namaku… (halah!!!)

Maka jika rindu, jadikan ia mengantar pada penawar rindu berikutnya, rindu yang nyata, rindu yang lebih dalam…

Rindu yang sebenarnya.


(sesaat setelah menyaksikan puing gedung perpustakaan satya wacana, dalam perbaikan.)

Jumat, 05 November 2010

Apa kabar saudaraku.?

Merah di kaki langit timurku, perlahan menguning benderang.
Bagaimana kaki langit mu pagi ini, Saudaraku?

Kamis, 04 November 2010

Alhamdulillah. Sudah saya terima. Meski sedikit terlambat. Langsung 4edisi. Oke, mulai baca. 235, 236, 237, 238.

HARUS KAYA!!!

"Malam ini, kita ketemuan di hotel paling mewah di kota ini."
Telepon ditutup. Kalimat itu mengiang. Tak biasanya...

Ini di luar kebiasaan. Hotel paling mewah pula. Kejutan macam apa malam ini? Sedikit bertentangan dengan akal.
Tapi tak melawan, beberapa kawan dikabari, reaksi mereka hampir sama. Ini tak wajar, aneh, ada apa?
Bagaimana tidak, biasanya tempat ketemuan itu di masjid, sederhana, penuh suasana kerinduan.
Tapi akhirnya sepakat.

"bagaimana?"
"hotel ***, ustad."
"baiklah." Ustad tersenyum.

Ding. Ding. Ding.

Hotel itu memang mewah.. Mereka terpana. Ini berbeda dengan biasanya. Lalu lalang. Apa ini? Mereka bukan terkagum dengan kemegahan hotel itu. Pertanyaannya masih sama, mengapa harus di hotel mewah?
Handphone berdering...
"kami sudah sampai, Ustad."
"sudah lengkap?"
"sudah."
"saya sebentar lagi sampai. Sebelum saya sampai, masing-masing berkeliling dalam hotel."

Mereka berkeliling, makin bingung. Tapi waspada, ada apa?
Tiap ruang yang mereka bisa masuki, mereka masuki, melihat setiap manusianya, pelayan, petugas, koki, tamu, semuanya. Butuh waktu cukup lama dengan pembagian arah untuk masing-masingnya, setelah cukup, mereka kembali ke lobby.
Ustad sudah menunggu.
Mereka duduk sling berdekatan.
Salam.
Tilawah.
"bagaimana hotel ini?"
"mewah, ustad."
"orang-orangnya?"
"sama mewahnya, ustad."
"siapa di dalam hotel ini yang terlihat paling sederhana?"
"kami, ustad"
"yang terlihat paling kasihan?"
"kami, ustad."

diam.

"siapa yang punya hotel ini?"

mereka mulai faham arah bicara ustad.

"maka kita harus kaya, akhi...
Wahn, artinya cinta dunia dan takut mati.
Kita dilarang mencintai dunia, tak boleh mencintai harta, kekayaan. Tapi bukan tak boleh memilikinya.
Di tangan, akhi, bukan di hati...
Malam ini cukup.."
Subhanakallahummaa.... *berjamaah.

Malam itu berkesan.
Singkat, padat.

Karena rumput tetangga lebih hijau. (5)

Saya pun bercerita pada istri, kesenangan sesaat saya, ke-nelangsa-an saya, dan itsar! *gedubrak.. Istri hanya tersenyum karena kekonyolan i...