Dari mata luka senyum cinta
Kutemui dua pasang mata... Aku membawa wangi. Mereka mendekapku... Biar dirasa jantungku denyutnya. Ibu melepas dekapnya. Menopang wajahku dengan dua telapak tangannya, bagai 20tahun lalu. "kau yakin?"
Ibu memandangi bilur-bilur di pundak dan lingkar perutku. Tak lagi merah, tapi masih terjejak temali akar saat kupaksa tenagaku yang tak seberapa menyeret sebuah peti... Dulu.
Kugenggamkan jemari ibu di pergelangan tanganku. Diusapnya telapak tanganku yang kasar, keras, sebagian melepuh.
"Aku mengais batu, Ibu." Ibu mengangguk, faham. Maka biar dirasa nadi tanganku denyutnya.. Ia sebunyi, bu. Seirama degub jantung denyutnya...
Mata ibu, menatap bekas luka di dadaku... cemas...
"luka ini kering, Ibu, luka ini sudah kering..."
Ibu diam... memandangi mataku, bulir bening jatuh melintasi pipinya... ibu mengangguk... tersenyum.
Aku melihat bapak. Bapak menunduk, menatap dua kakiku. Darah masih membekas kering dilengketi debu.
"Jalanan berbatu, Pak. tidak dekat."
Mereka mendekapku, persis duapuluh tahun lalu, seingatku. hingga larut, saat kulihat kelip cahaya. di ujung kampung ini...
bila kata memilih sunyi, mata menari mengikuti baris-baris makna.
Kamis, 31 Maret 2011
Rabu, 23 Maret 2011
Sabtu, 19 Maret 2011
Rabu, 16 Maret 2011
Minggu, 13 Maret 2011
Jumat, 11 Maret 2011
Senin, 07 Maret 2011
Langganan:
Postingan (Atom)
Karena rumput tetangga lebih hijau. (5)
Saya pun bercerita pada istri, kesenangan sesaat saya, ke-nelangsa-an saya, dan itsar! *gedubrak.. Istri hanya tersenyum karena kekonyolan i...
-
Bismillah. Bada isya semalam. Di shaff belakang ada yang masbuk. Di depannya ada bapak2 bersafari. Usai imam salam, si masbuk maju mendekat ...