Minggu, 18 April 2010

Thiwul.

Perempuan itu nenekku, aku memanggilnya simbok, menirukan ibuku. Simbok Memegang sebuah tampah dengan tepung dari singkong yang telah dijemur, gaplek. Tepung itu disiramnya dan diputar2 sedemikian rupa hingga menjadi butir2 kecil. Simbok mengukusnya diatas nasi yg belum jadi, dalam dandang di atas tungku berbakar kayu rambutan. Ditemani cahaya matahari pagi, aroma kopi mbah kakung, dan asap tembakau lintingannya, juga asap tungku yang bertemu berkas cahaya matahari pagi dari sela papan dinding dapur. Setelah matang, thiwul dipisahkan dari nasi.
"po wis maem le? Simbok gawe thiwul.."
nasi thiwul telah siap i atas piring dari logam tipis. Ditaburi parutan kelapa, sedikit garam. Simbok Membawaku ke teras samping rumah, menyuapiku dengan sabar. Ditemani kicau prenjak liar. Belum habis, simbok mengepal2 nasi thiwul ku menjadi bulat2 kecil2. Tak perlu lagi disuapi. Sekarang jam 4 pagi. Aku kangen nasi thiwul... Masakan simbok...

6 komentar:

  1. Bayu blm ngerasa thiwul dan gethuk di Samarinda..

    BalasHapus
  2. kangen simbok lebih tepatñ mungkin...Thiwul hanya asosiasi..*sotoy

    BalasHapus
  3. kalo di paket ke riau, basi nggak bunda? mau mau mau.
    daji betul, tapi thiwul bukan asosiasi saja, ane memang kangen thiwul, sekarang plus gethuk. apalagi kalo gethuknya itu lalu di goreng.... wuih, alamakk!!!
    pulang mbak mar? yihhuuiyyyyy!!!!!

    BalasHapus
  4. thiwul..
    justru mengingatkan panggilan sy akh, itu panggilan ejek2 an tmn2 masa kecil tetangga dulu hehe.. *afwan oot ^^

    kl di rmh thiwul enak pake kinco/gula jawa cair.. nyamm..

    BalasHapus

Karena rumput tetangga lebih hijau. (5)

Saya pun bercerita pada istri, kesenangan sesaat saya, ke-nelangsa-an saya, dan itsar! *gedubrak.. Istri hanya tersenyum karena kekonyolan i...