Rabu, 01 Februari 2012

cakap-cakap cinta

Malam itu, hingga lepas isya kami belum makan. Istri juga belum masak lantaran sudah sore kami baru pulang dari kota. Lapar, tentu saja. Tapi saya masih malas untuk keluar. Kami bicara, banyak. Makin lapar, tentu saja.
"kok makin lapar ya, mas?"
Saya menciumi pipi istri saya, berusaha menetralisir sindirannya... Hehe. Sambil niat berangkat beli makanan.
Istri saya ter senyum...
"kenyang?...." tanyanya. gubrak!!!
Kami tertawa, meski tak lepas, sebab kami tinggal di kontrakan petak-petak.. Takut terdengar tetangga... Hihihi

14 komentar:

  1. sebab lapar mesti makan, tak cukup dengan cinta, bukan?

    BalasHapus
  2. ini betul yang jadi alasan beberapa kawan saya di tempat kerja, sesama kuli rendahan... Kenapa belum menikah? Mau dikasih makan apa? DLL dsb dslb dst.... Di lain kisah sebagian kawan saya punya cerita, seakan cukup cinta bagi segalanya... Ditanya nikah, nanti dulu... Ini yang bahaya.
    Kalau boleh, saya ingin sekali menyamakan nikah ini dengan utang.. Yang penting bukan sengaja menunda, itu saja.
    Sebab sebagian dewasa pada yang muda, sebagian pasutri pada lajangers, bak kompor laksana tungku. Kadang macam badai matahari (apa pula ini?). Menghasut tak henti, senyum pun penuh arti, artinya: kapan ente mau nikah?..

    BalasHapus
  3. Ternyata maksud baik, tak mesti sampai dengan baik. Sebab terkadang malah melukai. Jika the lajangers sengaja menunda nikah, yuk kita bantu (ngomporinnya). Tapi tak semua rata, kawan saya bilang beda kepala beda cerita. Tak semua sengaja menunda.. Saya kira saya sulit dulu, rupanya ada yang lebih sulit. Saya rasa saya salut, saat ada yang membuat ibunya menangis sebab ingin menikah, menangis sebab prasangka, akan calon menantunya. Rupanya berbilang masa kemudian, itulah menantu terbaik ibunya.
    Beda kepala beda cerita, saat seorang sahabat bingung, tak bisa menikahi seorang gadis yang baik hatinya lantaran sesuku, padahal jauh dari mahram. Minta calon sama orang tua, tak ada. Mau cari sendiri, tak pula boleh yang shalihah. MasyaAllah.
    Saya terharu, saat seorang pemuda curhat di sebuah majelis, lantaran jadi bulan-bulanan lajang sendiri. Orang tua saya jantungan katanya, saya sudah sampaikan, saya tak berani mendesak, jadi jangan desak saya....

    Semoga...
    senyum saya tulus, tak mendesak.

    BalasHapus
  4. Aiihhh...aaiiih..^_^
    Moga langgeng dan selalu bahagia..

    BalasHapus
  5. amiin bunda Dewi. Termenung kenapa mbarin? Hm.. Memang harus makan nasi pak the... (nama baru hihi)

    BalasHapus
  6. tertohok bagi seorang yang masih bujang kek saya hihihi

    BalasHapus
  7. He2, perlu dibantu mas nanazh? (siap2 nyalain kompor) he2. Mas nanazh di painan di mana kah? Istri ane dari batang kapeh...

    BalasHapus
  8. yap betul... hingga sekarang pun masih (yaeyalah hampir "mengganjili" satu tahun di sini) :)

    BalasHapus
  9. waduuuuuuhh salah mbuka jurnal.. hahaha *muliih.. ekekeke

    BalasHapus

Karena rumput tetangga lebih hijau. (5)

Saya pun bercerita pada istri, kesenangan sesaat saya, ke-nelangsa-an saya, dan itsar! *gedubrak.. Istri hanya tersenyum karena kekonyolan i...