aku membaca cermin. Tak kulihat rona, apa lagi senyum. Apakah dosa itu transfaran?
Kudengar, dosa itu menoda hati, noda menitik jelma hitam. Membungkus gumpal daging, dengan bias tipis legam, kedap suara, kedap cahaya.
Luruh, simpuh, tak menangis.
Hanya telinga memerah, wajah gerah.
Rindu wudlu, meski baru sekejap lepas isya. Sungguh bukan sejuknya sesaat, kerasku terlalu padat.
Tak ingin sungguh seperti abu jahal, yang berharap diri binasa bila menyelisihi kebenaran.
Duhai diri...
Tak kau rasa kah rindu yang membahana di sudut hati, pada sejuk, pada lembut, pada harap dan cemas yang bertemu.
Duhai diri, pakaikanlah di tubuh dan fikirmu dunia. Biar terhijab hati karenanya, dari rindunya yang menghidupi. Biar mati tak lagi menderita, sebab rindunya tak kau gubris...
kurasa kau rasa cukup. Dengan dosa.
yaa muqollibal quluub. Tsabbit qolbiy 'ala diinik.
Ya robbi, tuntunlah hamba pada dien-
Mu, kemudian tetapkan hamba padanya.
bila kata memilih sunyi, mata menari mengikuti baris-baris makna.
Kamis, 23 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Karena rumput tetangga lebih hijau. (5)
Saya pun bercerita pada istri, kesenangan sesaat saya, ke-nelangsa-an saya, dan itsar! *gedubrak.. Istri hanya tersenyum karena kekonyolan i...
-
Alhasil, ada 5orang, padahal hanya ada 4kotak nasi... Mas ris bangkit, mau ambil satu kotak lagi katanya.. Mas ris pun datang dengan sekotak...
amiiin ya Allah amin
BalasHapusAmiin... Mbak mar, katanya nanda mau ke sana ya?
BalasHapus