Senin, 30 Agustus 2010

Aku dan sepasang mata.

Ba'da tarawih, aku bertemu seorang sahabat. Ia bercerita tentang mata. 2 biji mata di wajah kita.
Jika kita bertemu dengan saudara kita yang buta, mungkin kita akan bersyukur dan menyala iba atas kebutaannya, lantas mengalir doa semoga ia diberi kesabaran dan kemudahan menjalani hidup tanpa penglihatan setelah kebutaannya. Tapi jika ia mengetahui apa saja yang kita lihat, pasti akan bersyukur ia karena terhindar dari dosa pandangan, dan menyala iba atas dosa2 kita, lantas mendoakan ampunan dan petunjuk serta kesabaran atas cobaan ini.

Kami berpisah, menuju kamar masing2.

Di kamar, masih teringat cerita temanku. Aku susah tidur. Maka kumatikan semua lampu. Lampu besar, lampu meja, lampu belajar, lampu di jam dinding, bahkan lampu tidur.

Sempurna gelap.
Aku ingin merenungi mata.

Banyak cerita tentang mata. Mata rabun, mata katarak, mata indah bola ping-pong. Mata balita yang mendelik saat demam tinggi, mata seorang sahabat Rasulullah saw. yang lepas dari tempatnya saat peperangan, kemudian Rasulullah mengembalikan dan membetulkannya.
Kemudian semua hilang, muncul setiap yang pernah kupandang, setiap yang Allah pasti tidak ridho.
Aku ingin menangis tapi tak bisa.
Setengah jam aku berusaha menangis.
Tak bisa! Aku menyerah. Setiap hal batil yang pernah kulihat bermunculan. Silih berganti. Aku gelisah, tak seperti dulu ketika aku membohongi mataku, membohongi hatiku. Bahwa ia (pemandangan itu) adalah keindahan, bahwa ia adalah kesenangan.

Aku semakin takut. Ingin menangis...
Tak bisa, bodoh!
Setengah jam berlalu lagi. Aku tak juga bisa mengangis.

Aku letih... Mataku dipenuhinya.
Aku tertidur... Sesekali melintas.
Aku terlelap...

Tengah malam aku terbangun, sempurna gelap. Aku meraba handphone di atas meja, jam berapa? Menekan buka kunci, aku tak melihat apa-apa. Aku mencoba mengucek mataku...

Lailaaha illallah!! Biji mata itu tak di sana, keduanya. Aku panik. Tiba2 benderang. Aku melihat sepasang mata melayang. Kuraba kelopak mataku, kosong. Tak ada biji mata di sana, tapi aku bisa melihat sepasang mata yang melayang itu. Kudengar suara, mirip suaraku.
"tidak kah kau menaruh iba padaku, yang telah dititipkan padamu?".
Aku merasakan nyeri di dadaku, suara itu lagi,
"tidak kah juga pada segumpal hatimu? Kau memaksaku meracuninya, setiap saat..." sepasang mata itu kemudian menangis, aku mendengar isak, sedu. Aku iri, dadaku semakin sakit. Aku ingin menangis.
Belum juga bisa...

Aku tersentak jaga, lega, hanya mimpi.
Lama sekali rasanya aku terlelap. Masih sempurna gelap. Alarm di hape butut pun belum berbunyi. Aku ingat, aku mematikan semua lampu. Tapi aneh, bau udara dan suhu ruangan tanpa AC ini mengisyaratkan pagi.
Aku meraba meja mencari hape, tepat ketika ia sempurna di genggamanku, ia bergetar, berdering, nada alarm.
Ini jam 5 pagi!? Kudengar azan. Tapi aku tak melihat cahaya LCD hp. Mengucek mata, mataku masih ada, ini bukan mimpi, Tolol!

Aku meraih switch lampu belajar, kunyalakan, masih gelap. Aku mencari lampu meja, ku nyalakan, sama saja, kuraba bola lampunya, hangat, aku makin panik. Aku bangkit, meraba2, mencari switch lampu atas kamar ini, di dekat pintu. Kunyalakan, masih gelap, gemetar kubuka pintu, sejuk udara pagi menerpa, aku tak melihat apa2. Aku terduduk, mataku basah...

Aku menangis...

3 komentar:

  1. ini mimpinya beneran?

    horor tapi bagus ^^b

    BalasHapus
  2. Bukan mimpi dan bukan beneran. Yg beneran bagian ingin nangis dan nggak bisa2. Sediih kali...

    BalasHapus
  3. jd mimpi yg matanya ilang itu nggak mimpi beneran?

    saya heran,, temen saya juga ada yg tidak bisa menangis walau sedih banget. ada penjelasan ilmiahny g ya,,

    BalasHapus

Karena rumput tetangga lebih hijau. (5)

Saya pun bercerita pada istri, kesenangan sesaat saya, ke-nelangsa-an saya, dan itsar! *gedubrak.. Istri hanya tersenyum karena kekonyolan i...