"dari mana, Nduk?"
"ngaji, mas."
"bahas apa?"
"ikhlas"
"pasti seru, ya kan?"
si nduk(panggilan untuk perempuan yang lebih muda) tersenyum, manyun.
"mas..."
"ya?"
"di dunia ini, ada nggak ya orang yang benar-benar ikhlas?"
mendadak bingung, mestinya ane tadi nambah pertanyaan:
"Nduk, tadi waktu ngaji bahas ikhlas, sebenarnya ikhlas itu gimana, Nduk?"
ane keduluan pertanyannya, tentang keberadaan orang-orang yang ikhlas.
pertanyan ane urung, jawaban untuk pertanyaan ane urung, jawaban untuk pertanyaannya pun, urung.
ikhlas.............................................................................................................................
jawabnya, ada. tanpa penjelasan!
BalasHapusngeles dari ketidakmengertian dan kurangnya pemahaman, terucap sebuah tanya:
BalasHapus"kenapa nanya gitu? tadi ustadzahnya bilang apa? atau kamu yang kesulitan buat ikhlas?."
"hiks..." si nduk terisak, ane semakin terdesak.
"bahkan jikapun tak lagi seorangpun yang ikhlas, tetaplah belajar menjadi ikhlas, Nduk."
mata beningnya menusuk jantung ane.
"sebentar lagi, gnduk bakal liat orang-orang yang ikhlas, sebentar lagi, mas bakal tunjukin padamu, orang yang ikhlas itu, kemudian bayangkanlah jumlahnya, nduk."
selesai!!! ane tinggal belajar dan cari tahu apa itu ikhlas, malu jika musti nanya padanya, ane terlanjur jawab pertanyaannya.
jawaban yg membuat tenang,meski samar :)
BalasHapustak lagi samar, ketika kutuntun langkahnya menemui emak di dapur, meniup tungku dengan bambu.
BalasHapusmelipat dan merapikan daun pisang, bungkus untuk naga sari. menyeduh secangkir besar teh cap "dandang" (sebentar lagi bapak pulang dari hutan, memikul seikat kayu bakar, biasanya begitu).
si nduk memelukku, erat sekali. (mungkin nunggu emak selesai mandi, baru gilirannya buat dipeluk)^_^
^_^ jangan membuat iri T_T
BalasHapusjangan menangis, nduk. belajarlah dari mereka, sudah bayangkan berapa jumlahnya?
BalasHapus